.: Suka Kami :.

.: Silent Followers :.

08 Mei 2011

Lathifah As Suri isteri As-Syahid Imam Hassan Al-Banna.

Lathifah As Suri merupakan isteri kepada As-Syahid Imam Hassan Al-Banna. Ia berada disamping Imam Syahid Al Banna. Sejak awal Imam Syahid telah menegaskan bahwa ia memerlukan seorang muslimah yang kuat, yang tidak berputus asa dan gentar dengan segala halangan dan rintangan dalam berdakwah.

Tidak mudah untuk menjadi istri kepada Hasan Al Banna. Seseorang yang setiap detik kehidupannya sarat dengan kegiatan dakwah. Di pagi hari dia sudah bergegas untuk memulai berdakwah dan kembali pulang di gelap malam. hendaklah pasti beliau adalah seorang muslimah sejati, yang mana mampu mengisi setiap kekosongan yang ditinggalkan oleh Imam Syahid Al Banna.

Perjuangan Imam Syahid bukanlah suatu hal mainan, bukan hanya sekadar dakwah seperti kebanyakan orang pada ketika itu. Bukan hanya sekadar membangunkan rumah papan. Imam syahid tengah dan hendak membangun sebuah peradaban. Dan ia percaya, peradaban tak akan pernah terwujud, tanpa seseorang yang ia yakini kesejatiannya.

Maka siapapun -pendampingnya- harus menyedari bahwa tanggungjawabnya ada amanah yang sama besarnya dengan yang dipikul oleh Imam Syahid. Maka pertemuan diyakini menjadi suatu hal yang mahal bagi Imam Syahid dan istrinya.

Sejak awal pernikahan, Lathifah sudah menyedari bahwa beliau harus bersiap sedia jika pada waktu-waktu tertentu dia harus menjalani hidup sendiri tanpa Imam Syahid, tempat berlabuh hidup dan cintanya.

Dakwah Ikhwah yang dipimpin oleh suaminya banyak memikul risiko yang bukan main-main. Penjara bahkan nyawa menjadi konsekuensi logis.Tanpa diminta, Lathifah sudah tahu dan mengerti bagaimana ia harus menempatkan dirinya. Ia memutuskan menutup seluruh aktivitas luarnya. Hanya satu yang ia curahkan, jihad utamanya adalah dilingkup rumahnya sendiri. Mengurus rumah tangga dan membesarkan anak-anak mereka berdua adalah dua hal yang tidak kalah pentingnya dengan yang dilakukan oleh Hasan Al Banna.

Sebelum menikah dengan Hasan Al Banna, Lathifah berasal dari keluarga yang taat beragama. Hingga tak hairan jika ia menyedari betul tuntutan hidup menjadi istri seorang pendakwah. Malam, ia harus rela untuk terbangun menyambut kepulangan suaminya. Walau tak jarang Imam Syahid berlaku sangat hati-hati, bahkan hanya untuk membuka pintu rumahnya sekalipun. Jauh dilubuk hatinya, Imam Syahid tidak ingin mengganggu tidur bidadari terkasihnya yang telah seharian mengurus rumah dan anak-anak mereka berdua.

Imam Syahid bahkan tak segan untuk menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri.Lathifah tidak pernah mengeluh, walau sehari-harinya hanya ia habiskan seputar rumah dan rumah saja. Ia tidak pernah meminta lebih kepada Imam Syahid. Padahal, Lathifah pun -berlepas diri dari ia seorang istri Imam Syahid- menyimpan banyak potensi. Anak-anak mereka yang berjumlah enam orang sesungguhnya adalah pencurahan penumpuannya menjalani hidup. Satu-satunya yang pernah membuat dirinya kaku terkejut adalah, ketika salah satu anak mereka sakit yang amatnya dan Imam Syahid harus tetap menjalankan jihadnya.

Sejak dini, Lathifah menanamkan wawasan keislaman kepada anak-anaknya. Mendorong mereka untuk membaca, sehingga dalam hidupnya mereka tidak terpengaruh dengan seruan-seruan destruktif. Ketika Imam Syahid bolak-balik keluar penjara, Lathifah berusaha bersabar dan komitmen. Lathifah sangat menyadari peranan dan kewajiban asasi seorang wanita sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Ia kosongkan waktunya untuk mendidik anak2nya. Ia bahagia melihat anak-anaknya berjaya dalam hal akhlak dan amal. Ini tak mungkin terjadi jika seorang ibu sibuk di luar rumah. Seorang anak tidak mungkin belajar tentang akhlak dan amal dari orang selain ibunya.

Ketika Hasan Al-Banna syahid, anak-anaknya belumlah dewasa. Lathifah tidak lmudah menyerah kalah. Tak ada kesah ataupun ketakutan dalam hatinya. Ia sangat memelihara apa yang dikehendaki oleh arwah suaminya. Ia tetap berlaku didalam rumah. Lathifah tidak meremehkan hudud (batasan) yang Allah tentukan. Karenanya, tak heran diantara anak-anaknya tidak ada ikhtilat (percampuran) antara anak-anaknya dan sepupunya yang berlainan jenis. Tidak ada yang berubah dirumah itu, apa yang Imam Syahid inginkan berlaku dikeluarganya masih tetap di pegang teguh oleh Lathifah.. Sendirian, ia besarkan keenam anaknya. Dirumahnya kini ia mempunyai tugas tambahan, yaitu memperdalam wawasan keislamannya. Yang dimaksud dengan wawasan keislamannya adalah membaca Al-Quran dengan tafsirnya, mempelajari Sunnah Rasulullah SAW, haditsnya dilanjutkan dengan usaha kuat untuk menerapkannya. LAthifah juga masih menyempatkan diri mempelajari sejarah para salafussalih dan berita seputar dunia Islam. Lathifah menyadari menyepelekan masalah ini akan memunculkan persoalan serius. Seorang yang tidak menambah pengetahuan keislamannya, akan merasa sulit untuk bangga dengan keagungan dan kebesaran Islam. Dengan melalui pemahaman keislaman yang baik, seorang wanita akan menyadari betapa penting perannya terhadap keluarga dan masyarakat.”

Perjuangan Lathifah membuahkan hasil yang gemilang. Semua anaknya berjaya meraih predikat formal dalam pendidikan ilmiah. Yang sulung, bernama Wafa-menjadi istri Dr.Said Ramadhan. Kedua Ahmad Saiful Islam, kini sebagai sekjen advokat di Mesir. Ia juga pernah duduk di parlimen. Ketiga bernama Tsana, kini sebagai dosen di Universiti Kairo. Kelima Roja, kini menjadi doktor. Dan Halah sebagai dosen kedoktoran anak di Universiti Azhar. Dan terakhir, Istisyhad sebagai doktor ekonomi Islam. Semuanya itu sebagai bukti, betapa berartinya seorang Ibu bagi keberhasilan dakwah sang suami.

Selain juga untuk anak-anaknya, tentu Sekadar info tambahan:Hasan Al Banna syahid diusianya yang masih muda, sekitar 40 -an. Setelah seberondong timah panas ditembakkan oleh musuh-musuh Islam di sebuah jalan di Kairo.Sebenarnya Hasan Al Banna masih boleh diselamatkan, tapi karena konspirasi politik para musuh Islam yang dipimpin oleh sang pengkhianat laknatullah Gamal Abden Naser, membuat tubuh Hasan Al Banna yang sedang sekarat dibiarkan tak berdaya, tanpa bantuan dari siapapun juga, termasuk doktor-doktor di Rumah Sakit.

Akhirnya sang pendiri Ikhwanul Muslimun itu pun syahid menemui kekasih tercintanya, Rabbnya.Musuh- musuh Islam pun banyak yang tertawa dan berpesta dengan syahidnya sang Imam, tapi sesungguhnya Hasan Al Banna tidak pernah pergi meninggalkan pengikutnya. Allah terlalu mencintai hamba-Nya yang satu ini, sehingga memanggilnya terlebih dahulu. Hal yang memilukan adalah, meskipun Ikhwanul Muslimun mempunyai puluhan ribu pengikut, tapi tak seorangpun yang diizinkan untuk mensolati jenazah beliau, kecuali ayahnya yang sudah uzur, saudara perempuan dan istrinya.


Tiada ulasan:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

comment

.:Tinggalkan Jejak Anda :.